
Sekilas Tentang Film
Film “Jodoh 3 Bujang” dirilis di Indonesia pada 26 Juni 2025. Disutradarai oleh Arfan Sabran, berlatar di Makassar dan sekitarnya. Kisahnya mengangkat tiga saudara laki-laki: Fadly (Jourdy Pranata), Kifly (Christoffer Nelwan), dan Ahmad (Rey Bong). Sang ayah mereka, Mustafa (Arswendy Bening Swara), meminta ketiganya menikah secara bersamaan atau “nikah kembar”.
Alur Cerita & Konflik
Pada mulanya, rencana nikah kembar berjalan lancar — sampai Fadly ditinggal calon istrinya, Nisa (Maizura), yang memilih pria lain karena uang panai lebih besar (500 juta vs 50 juta yang ditawarkan Fadly). Fadly kemudian dituntut untuk cari pengganti dalam waktu singkat. Ia mencoba segala macam jalan: kenalan keluarga, aplikasi kencan, sahabat lama—tapi kegagalannya sering diiringi adegan komedi. Sementara itu, budaya Bugis-Makassar dan tradisi pernikahan menjadi latar yang kuat: logat Makassar, uang panai, latar Pantai Losari, Monumen Mandala, hingga rumah tradisional muncul dalam film ini.
Kelebihan Film
Lokalitas & Visual
Film ini tampil beda karena keberanian memperlihatkan kota Makassar dan Sulawesi Selatan secara ekspresif: mulai dari Pantai Losari, Pelabuhan Paotere hingga Leang-Leang. Lokasi-lokasi itu bukan hanya sebagai latar, tapi juga jadi bagian dari nuansa cerita.
Humor & Chemistry Pemain
Meski komedinya baru terasa “nyetel” di babak kedua dan ketiga. Beberapa celetukan pemeran utama, misalnya dari Elsa Japasal sebagai Asha, berhasil membuat penonton tertawa. Chemistry antara Jourdy Pranata, Christoffer Nelwan dan Rey Bong sebagai tiga bujang terasa natural.
Tema Tradisi vs Modernitas
Film ini menyoroti bagaimana generasi muda di Makassar menghadapi tekanan budaya: nikah kembar, uang panai yang tinggi, nilai gengsi orang tua. Itu membuat jalan cerita tak sekadar ringan, tapi punya elemen refleksi sosial.
Kekurangan & Catatan

Pacing Awal Lambat
Beberapa reviewer mencatat bahwa 30 menit pertama film terasa lamban dan humor belum mengena.
Alur yang Agak Repetitif
Menurut ulasan, film ini mengulang-ulang pola: Fadly cari calon, gagal, dengar petuah, kemudian ulang. Hal ini membuat sebagian bagian terasa kurang segar.
Eksplorasi Karakter Terbatas
Misalnya karakter Rifa (Aisha Nurra Datau) yang muncul sebagai sosok penting tapi terasa kurang dikembangkan hingga membuat penonton agak sulit percaya bahwa dialah yang sejak lama ditunggu Fadly.
Mengapa Film Ini Layak Ditonton
Bagi Anda yang mencari film Indonesia dengan kombinasi komedi, romansa dan nuansa budaya lokal, “Jodoh 3 Bujang” jawabannya. Berikut beberapa alasan:
- Tema yang jarang dipakai: nikah kembar tiga bersaudara—unik dan segar.
- Visual dan setting lokal yang kuat: bukan hanya Jakarta, tapi Makassar yang kaya budaya.
- Humor yang cukup ringan dan cocok untuk tontonan santai bersama teman atau keluarga muda.
- Terselip pesan tentang nilai cinta, pilihan hidup, dan bagaimana tradisi bisa menjadi beban sekaligus identitas.
Siapa yang Paling Cocok Menonton?
- Generasi muda yang berada di persimpangan tradisi dan modernitas — misalnya yang merasa tekanan orang tua soal menikah.
- Penonton yang bukan hanya butuh tawa, tapi juga cerita ringan dengan sedikit pesan.
- Pemirsa yang ingin melihat film lokal dengan latar berbeda dari kebanyakan film Indonesia yang sering di Jakarta atau Jawa.
Kesimpulan
“Jodoh 3 Bujang” menurut saya adalah film komedi romantis yang cukup berhasil menggabungkan hiburan dan refleksi sosial tanpa terlalu berat. Meski ada beberapa kelemahan seperti pacing di awal dan alur yang agak berulang, namun keunikan tema dan setting lokalnya membuat film ini layak ditonton. Bila Anda mencari tontonan yang ringan tapi tetap punya substansi, maka film ini bisa jadi opsi.
Untuk review film lainnya, pantau terus Updatefilm— update setiap hari buat kamu.
Baca Juga Selepas Tahlil – Sinopsis dan Pembahasan Film Horor Terbaru Indonesia

1 thought on “Review Jodoh 3 Bujang (2025) – Komedi Romantis di Persimpangan Tradisi & Cinta”